Mengangkat Tangan Ketika Berdoa

Mengapa tangan diangkat ke atas ketika berdoa?

Allah Swt berfirman:

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah Saw melaksanakan shalat, beliau dari Mekah menuju Madinah, beliau berada di atas hewan tunggangannya sesuai arahnya. Lalu turun ayat:

Maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 115).

Ini berlaku pada shalat Sunnat. Maknanya bahwa semua arah milik Allah Swt, siapa yang mengarah ke mana saja dalam ibadahnya, maka Allah Swt memperhatikan dan mengetahuinya. Yang dimaksud dengan wajah Allah Swt adalah Dzat Allah Swt, karena wajah mengungkapkan tentang Dzat, karena wajah adalah anggota tubuh yang paling mulia (pada makhluk), sama seperti firman Allah Swt:

Maksudnya, kami beramal hanya mengharapkan Allah Swt semata, bukan kepada yang lain di antara makhluk-Nya. Artinya, kami mengesakan-Nya, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Kami beramal ikhlas, tidak riya’ dalam amal kami.

Di antara ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt adalah doa. Ketika seorang manusia menghadap kepada Tuhannya ke arah mana pun, maka sesungguhnya Allah Swt ada, tidak pernah sirna. Allah Swt Maha Mengetahui, tidak pernah lalai. Allah Swt Maha Dekat, tidak pernah jauh. Artinya, meskipun kedudukan Allah Swt Maha Tinggi, akan tetapi Allah Swt Maha Dekat dengan manusia dengan pengetahuan-Nya:

Oleh sebab itu Allah Swt berfirman:

Karena dekat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, maka tidak perlu berteriak ketika berdoa kepada-Nya, karena sesungguhnya Ia mengetahui rahasia dan yang tersembunyi. Allah Swt berfirman:

Jika telah jelas bahwa Allah Swt Maha Dekat dengan hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya, maka pada waktu yang sama Allah Swt berada di tempat yang Maha Tinggi dan Agung yang hanya layak bagi kemuliaan-Nya, terlihat jelas makna mengulurkan kedua tangan ketika berdoa, memohon dan mengharap kebaikan-Nya, seakan-akan Allah Swt Yang Maha Tinggi berada di hadapan orang yang berdoa yang berada di bawah yang menengadahkan kedua tangannya. Tangan yang memberi berada di atas dan yang menerima berada di bawah. Gambaran berhadapan ini yang diisyaratkan Rasulullah Saw dalam sabdanya:

Apabila salah seorang kamu sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka janganlah ia meludah ke arah depan dan ke kanannya.” (HR. Muslim).

Rasulullah Saw juga bersabda:

Mengapa salah seorang kamu berdiri menghadap Tuhannya, lalu ia meludah kearah depannya. Apakah salah seorang kamu suka jika ia dihadapi (seseorang), kemudian diludahi pada wajahnya?” (HR. Muslim).

Menengadahkan tangan ketika berdoa adalah ungkapan biasa di antara sesama manusia ketika meminta dari bawah ke atas, memohon dan merendahkan diri. Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, ketika shalat Istisqa’ maupun lainnya. Imam al-Bukhari menyebutkan beberapa hadits tentang itu di akhir kitab ad-Da’awat. Imam al-Mundziri menyusun satu juz tentang masalah ini.

Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim, “Riwayat-riwayat tentang ini sangat banyak dan tidak terhitung. Saya telah mengumpulkan lebih kurang tiga puluh hadits dari Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim atau salah satunya. Saya sebutkan di akhir bab sifat shalat dalam Syarh al-Muhadzdzab.” (Nail al-Authar, juz. IV, hal. 9).

Di antara hadits-hadits ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata, “Rasulullah Saw berdoa, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya. Saya melihat putihnya kedua ketiak Rasulullah Saw.” Juga hadits yang diriwayatkan Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Salman al-Farisi bahwa Rasulullah Saw bersabda:

Sesungguhnya Tuhan kamu Maha Mulia dan Tinggi, Ia Maha Hidup dan Agung, Ia malu kepada hamba-Nya apabila hamba itu mengangkat kedua tangannya kepada-Nya dan membiarkannya kembali dalam keadaan kosong.” (At-Targhib wa at-Tarhib, juz. II, hal. 195).

Berdasarkan ini maka para ulama berpendapat tentang disyariatkannya mengangkat kedua tangan ketika berdoa, bahkan dianjurkan, mengikuti Rasulullah Saw. Hanya saja sekelompok orang memakruhkan mengangkat tangan selain Istisqa’ berdasarkan hadits Anas, “Sesungguhnya Rasulullah Saw tidak mengangkat kedua tangannya dalam doanya kecuali pada Istisqa’ ia mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putihnya kedua ketiaknya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Para ulama yang membolehkan mengangkat tangan pada selain Istisqa’ menolak pendapat mereka dengan menyatakan bahwa Anas tidak melihat Rasulullah Saw mengangkat tangan tidak berarti bahwa shahabat yang lain tidak melihat Rasulullah Saw mengangkat tangan ketika berdoa, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits-hadits shahih. Hadits yang menyatakan ada lebih didahulukan daripada hadits yang menafikan. Atau makna hadits riwayat Anas diatas adalah mengangkat tangan sangat tinggi hingga terlihat putih kedua ketiaknya, tidak menafikan bahwa Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya, akan tetapi tidak terlalu tinggi, misalnya Rasulullah Saw hanya sekedar mengangkat tangan sewajarnya ketika berdoa (tidak seperti saat Istisqa’).

Sebagian yang lain memakruhkan mengangkat tangan secara mutlak, baik ketika Istisqa’ maupun dalam kondisi lain, berdasarkan hadits Muslim dari ‘Imarah bin Ruwaibah, ia melihat Bisyr bin Marwan di atas mimbar mengangkat kedua tangannya. Maka ia berkata, “Allah Swt melaknat kedua tangan ini, saya telah melihat Rasulullah Saw, beliau hanya berkata dan tidak lebih dari menunjuk dengan tangannya seperti ini.” Ia menunjuk dengan jarinya. (Tafsir al-Qurthubi, juz. VII, hal. 255).

Pendapat mereka ditolak seperti penolakan di atas. Imam al-Qurthubi berkata, “Doa itu baik bagaimanapun cara yang mudah dilakukan. Yang dituntut dari seseorang adalah memperlihatkan diri dalam kondisi butuh dan berhajat kepada Allah Swt, bersikap merendahkan diri kepada-Nya. Jika ia mau maka ia bisa menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya. Jika tidak, maka tidak mengapa. Rasulullah Saw melakukan itu seperti yang disebutkan dalam beberapa riwayat. Allah Swt berfirman:

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. Al-A’raf [6]: 55).

Tidak disebutkan mengangkat kedua tangan dan lainnya. Allah Swt berfirman:

Allah Swt memuji mereka, tidak disyaratkan seperti di atas. Rasulullah Saw berdoa dalam khutbah Jum’at tanpa menghadap kiblat.

Demikian juga riwayat dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya seraya berkata, “Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu terhadap apa yang dilakukan Khalid.” Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Umar, “Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya ketika berdoa pada perang Badar.”

Menurut pendapat yang mensyariatkan mengangkat kedua tangan ketika berdoa, diriwayatkan beberapa cara mengangkat tangan, di antaranya mengarahkan punggung telapak tangan ke arah kiblat ketika orang yang berdoa tersebut mengharap kiblat, sedangkan telapak tangan ke arah wajah orang yang berdoa. Ada juga riwayat yang menyebut sebaliknya. Juga dengan cara telapak tangan ke atas dan punggung telapak tangan ke arah bawah. Juga terdapat riwayat yang menyebut sebaliknya. Ini dalam Istisqa’, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim. (Nail al-Authar, juz. IV, hal. 9).

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath al-Bari, “Para ulama berpendapat bahwa sunnat dalam setiap doa untuk menolak bala agar seseorang mengangkat kedua tangannya, bagian punggung telapak tangannya ke arah langit. Jika berdoa untuk mendapatkan sesuatu, maka telapak tangannya ke arah langit. Demikian dinyatakan Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, beliau riwayatkan dari sekelompok ulama. Ada pendapat yang mengatakan bahwa hikmah memperlihatkan punggung telapak tangan dalam Istisqa’ -tidak demikian pada doa lain- agar keadaan berbalik, sebagaimana pendapat tentang Rasulullah Saw merubah posisi selendangnya.

Demikianlah, makruh hukumnya melihat ke langit ketika berdoa, berdasarkan hadits Muslim dan lainnya bahwa Rasulullah Saw berkata, “Hendaklah mereka berhenti mengangkat pandangan mereka ke atas ketika berdoa dalam shalat, atau Allah Swt akan mencabut pandangan mereka.

Ada yang memahami larangan ini berlaku dalam shalat, sedangkan di luar shalat tidak ada larangan berdasarkan riwayat al-Bukhari, dalam riwayat tersebut dinyatakan, “Rasulullah Saw melihat ke langit.” Itu terjadi pada Istisqa’. (Nail al-Authar, juz. IV, hal. 10).

Mengusap wajah dengan kedua tangan setelah mengangkat kedua tangan ketika berdoa. Riwayat ini dari Umar bin al-Khaththab, ia berkata, “Apabila Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, beliau tidak menurunkan kedua tangannya hingga mengusapkannya ke wajahnya.”

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, ia berkata, “Gharib.” Artinya, diriwayatkan oleh seorang perawi saja. Dari Ibnu Abbas terdapat riwayat yang sama seperti ini, sebagaimana yang disebutkan dalam Sunan Abi Daud. Imam an-Nawawi berkata, “Dalam sanadnya terdapat dha’if”. Al-Adzkar karya Imam an-Nawawi, hal. 399.

Dalam Bulugh al-Maram Syarh Subul as-Salam, juz. 4, hal. 219 karya al-Hafizh Ibnu Hajar disebutkan setelah beliau menyebutkan riwayat Umar, “Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi. Terdapat beberapa hadits lain yang semakna dengannya. Disebutkan Abu Daud dari hadits Ibnu Abbas dan lainnya. Secara keseluruhan maka hadits tersebut adalah hadits hasan. Hadits tentang ini tidak shahih, akan tetapi dha’if. Akan tetapi beberapa hadits lain yang semakna denganya mengangkat derajatnya menjadi hadits hasan, maka dapat diterima.

Kami ulangi lagi bahwa menengadahkan tangan ketika berdoa sama seperti seorang yang fakir memohon kepada orang yang kaya dan ia sangat membutuhkan, bahkan mungkin ia akan berlutut, dengan posisi seperti itu ia ingin mendapatkan kelembutan dari orang yang ia harapkan. Dalam kondisi merendahkan diri, mengangkat kedua tangan ke atas mengharapkan kebaikan. Maka seorang muslim yang berdoa kepada Tuhannya, ia mengangkat kedua tangannya sebagai bukti kepatuhannya dan ia sangat butuh kepada Allah Swt. Oleh sebab itu Rasulullah Saw melakukannya dan bersikap lebih dari itu pada Istisqa’. Namun bukanlah berarti bahwa Allah Swt berada di langit, Maha Suci Allah Swt yang disucikan dari bertempat pada sesuatu. Akan tetapi bukti keagungan kedudukan-Nya.

Dalam al-Azkar karya Imam an-Nawawi disebutkan tentang mengangkat kedua tangan dan mengusapkannya ke wajah, ada tiga pendapat menurut Mazhab Syafi’i: yang paling shahih dianjurkan mengangkat kedua tangan dan tidak mengusap wajah. Kedua, mengangkat kedua tangan dan mengusap wajah. Ketiga, tidak mengangkat tangan dan tidak mengusap wajah.

Sumber :

  1. Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
  2. Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 12 [Maktabah Syamilah].

###

Dari Buku 30 Fatwa Seputar Ramadhan
Fatwa diambil dari tiga ulama besar Al-Azhar; Syekh ‘Athiyyah Shaqar, Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi dan Syekh DR. Ali Jum’ah
Pekanbaru, 1 Rajab 1432 H / 3 Juni 2011 M.
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA.

Pelajari ilmu tentang puasa di sini