Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ! Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirobbil ‘Alamin. Washolatu wassalamu ‘ala ashrofil anbiyai walmursalin imamil muttaqin sayyidina Muhammad shollallahu alaihi wassalam.
Saudara-saudara kaum muslimin, di zaman Rasulullah SAW, ada seorang pemuda bernama Ikaf bin Khalid. Ia seorang pemuda yang ganteng, sehat, tidak impoten, suka bergaul dengan wanita, suka pesta dan ia memang orang kaya. Ia selalu menunda-nunda perkawinan dengan berbagai alasan-alasan yang tidak syar’i. Sampailah keadaan Ikaf bin Khalid ini kepada Baginda Nabi sehingga ia dipanggil oleh Baginda Nabi. Setelah sampai ditanyalah Ikaf bin Khalid ini.
“Hai Ikaf.”
“Saya, Ya Rasullullah.”
“Kau sudah punya istri?”
“Belum, Ya Rasulullah.”
“Juga tidak punya budak sahaya?”
“Tidak, Ya Rasulullah.”
“Dan badanmu sehat?”
“Sehat, Ya Rasulullah.”
“Kalau demikian kau adalah teman setan. Ada dua pilihan, Ikaf. Engkau menjadi Nashrani, dalam arti meninggalkan hidup perkawinan. Atau kalau kau mau ikut golongan kami, kau harus mengikuti tata cara kehidupan kami. Dan salah satu tata cara kehidupan kami ialah dengan melaksanakan perkawinan.”
Kemudian Rasulullah mencarikan seorang gadis untuk Ikaf yang bernama Karimah Binti Kultsum Al-Humairi dan akhirnya mereka berdua menikah. Dari riwayat singkat ini, saudara-saudara, Rasulullah SAW melihat bahwa Ikaf bin Khalid ini yang lazimnya barangkali di zaman sekarang dinamakan kehidupan dari orang-orang yang gemar melakukan free sex, hidup bersama tanpa melakukan pernikahan, ia sehat, ia kaya dan ia suka bergaul dengan wanita sehingga gaya hidup yang demikian ini dikecam oleh Rasulullah SAW. Dua pilihan ditawarkan, menjadi pendeta Nashrani yang bebas dari ikatan perkawinan atau kalau mau menjadi muslim ikutlah cara hidup kami, kata Rasul. Dan salah satu cara hidup orang islam adalah dengan melakukan perkawinan.
Sebagaimana yang kita maklumi bahwa manusia adalah makhluk berketurunan terus-menerus, makhluk dengan dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Keduanya jelas saling memerlukan, saling membutuhkan. Kita laki-laki, perlu perempuan. Perempuan juga perlu laki-laki. Walaupun perempuan lebih pandai berpura-pura daripada laki-laki. Biasanya kalau laki-laki kalau sudah jatuh cinta, paling kurang warga satu RW tahu. Kesana bicara, kesini bicara. Sedangkan perempuan lebih pandai menyimpan perasaannya. Nah, pada laki-laki diciptakan zat yang bernama spermatozoa dan pada perempuan terdapat indung telur yang dinamakan ovum. Kedua zat itu harus bertemu. Dan untuk itu Allah Subhanahu Wata’ala menciptakan kekuatan tarik menarik antara laki-laki dan perempuan. Diciptakan laki-laki dalam biologis yang laki-laki. Diciptakan perempuan dalam biologis yang perempuan, lemah gemulai, lembut, menarik, ayu, denok, geboy. Diciptakan magnet yang merupakan kekuatan tarik-menarik antara laki-laki dan perempuan. Dan bila ada persesuaian maka akan terjadilah persatuan tubuh yang disebut coitus. Bila pada saat itu kebetulan terjadi pengeluaran ovum maka kedua zat itu akan bertemu dalam diri perempuan, dan inilah yang dinamakan konsepsi yakni permulaan pembinaan jasmaniah makhluk baru dalam rahim seorang perempuan. Inilah makna firman Allah dalam surat An-Nisa ayat pertama, “Wahai manusia bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, kemudian diciptakan dari diri yang satu itu pasangannya dan dari keduanya berkembang biaklah manusia menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.”
Pada contoh lain, dari proses pembentukan jasmaniah makhluk manusia dalam rahim ini Al-Baqarah ayat 223 menjelaskan bahwa seorang laki-laki adalah seperti petani. Seorang perempuan adalah seperti ladang. Petani adalah yang mencangkul sawah, menebarkan benih. Sementara ladang adalah tempat bersemayam benih-benih itu, tempat dia tumbuh dan berkembang membawa manfaat bagi kehidupan ini. Dengan bahasa yang indah Al-Qur’an mengatakan, “Istri-istrimu adalah laksana sawah ladang bagimu, maka cangkullah, datangilah sawah ladangmu menurut cara yang kamu suka.”
Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah, belakangan ini orang-orang sering membicarakan pendidikan sex bagi anak-anak. Menurut pendapat saya, walaupun itu diperlukan tapi tidak harus dilakukan secara menggebu karena masih banyak hal-hal mendesak lainnya yang lebih perlu dibicarakan daripada memikirkan bagaimana memberikan pendidikan sex kepada anak-anak kecil. Barangkali yang sering bertanya tentang sex hanya terbatas kepada anak-anak kecil di kota-kota besar, yang oleh perkembangan teknologi dan komunikasi, daya pikirnya sudah sedemikian maju, tetapi berapa ribu jumlah anak kecil yang semacam itu? Selebihnya puluhan juta anak-anak kecil yang tinggal di daerah-daerah terpencil di provinsi-provinsi lain di luar keramaian, yang sama sekali belum perlu untuk hal-hal yang semacam itu. Haruskah untuk membela yang seribu atau dua ribu orang ini saja lalu kita mengabaikan yang puluhan juta adanya? Kita harus bisa membicarakan bagaimana kurikulum yang mapan. Kita harus membicarakan bagaimana sistem pendidikan yang memadai.
Saudara-saudara, Al-qur’an sendiri berbicara soal sex tapi gaya bahasanya sopan, ajaran yang terkandung di dalamnya luhur dan tidak terbuka blak-blakan. Tidak seperti pendidikan seks saat ini yang bebas. Jika cara mengajar seperti ini dilanjutkan, saya khawatir disalahgunakan nantinya. Maklum ya, yang namanya anak-anak, sifat yang menonjol pada dirinya itu adalah hubbuttaqlid, yaitu senang meniru. Apa yang dia lihat, apa yang dia baca, apa yang dia tonton biasanya ingin ia terjemahkan dalam kehidupannya. Kadang-kadang kalau habis baca komik Superman, dia kepengen jadi Superman. Itu anak kecil. Habis baca buku Si Buta dari Gua Hantu, pengen jadi Si Buta dari Gua Hantu, dia nyari kayu bikin tongkat. Biasa. Itu yang namanya watak hubbutaqlid. Sekarang kalau kepada anak-anak seperti itu sudah diberikan pendidikan sex, saya khawatir, kadang-kadang tidak diberitahu saja sudah lancang apalagi kalau sampai dilakukan pendidikan sex, khawatir disalahgunakan.