Jika kamu seorang muslim, sudahkah kamu membaca Al-Qur’an hari ini? Kapan terakhir kamu membaca Al-Qur’an? Dan sudah berapa kali kamu tamat atau mengkhatamkan membaca Al-Qur’an? Sekali, dua kali, sepuluh kali? Atau lebih dari itu? Atau bahkan hingga usiamu sekarang kamu belum pernah khatam Al-Qur’an?
Sebagai muslim yang taat dan menjalankan syariat islam, membaca Al-Qur’an merupakan hal atau kebiasaan yang harus dilakukan setiap hari. Seorang muslim tidak boleh terlena akan dunia sosmed (sosial media) yang setiap saat selalu ada hal baru dan notifikasi yang selalu menyala di handphone yang menunggunya untuk dibuka dan dibaca.
Berinteraksi dengan manusia, baik di dunia nyata atau dunia maya memang diperlukan namun kita mesti sadar bahwa hidup ini tidak hanya melulu tentang dunia. Bagi seorang mukmin, ia percaya dan yakin ada kehidupan akhirat setelah kehidupan di dunia. Agar dapat selamat di dua dunia itu, manusia sangat membutuhkan guidance (tuntunan). Umat Islam memiliki kitab suci Al-Qur’an yang merupakan pedoman kehidupan yang penuh makna. Tetapi mukjizat Al-Qur’an yang luar biasa itu tidak bisa serta merta kita dapatkan jika kita lalai dan enggan untuk membacanya.
Mengapa kita yakini bahwa Al-Qur’an ini sebagai kitab suci? Pertama, ia bebas dari intervensi dan investasi manusia. Ia sepenuhnya, baik isi maupun redaksi adalah produk dari Allah Subhanahu Wata’ala. Kita meyakini Al-Qur’an sebagai kitab suci karena sampai hari ini belum ada seorang pun yang sanggup membuat seperti itu. Suatu kitab hanya dinamakan suci jika dia bersih dari investasi dan intervensi manusia. Al-Qur’an ini, sejak turunnya 14 abad yang lalu telah menantang, “Apabila kamu ragu-ragu terhadap kebenaran Al-Qur’an yang Kami turunkan kepada hamba Kami, Muhammad, atau kamu menyangka bahwa Al-Qur’an itu hanya karangan Muhammad saja maka cobalah kamu buat sebuah surat semacam Al-Qur’an. Apabila kamu tidak mampu melakukannya seorang diri maka ajaklah seluruh teman-temanmu.”
Kedua, kita meyakini Al-Qur’an sebagai kitab suci karena isi dan ajarannya sesuai dengan fitrah manusia. Suatu kitab dinamakan suci jika ajarannya sejalan dengan fitrah manusia. Misalnya, laki-laki memiliki nafsu terhadap perempuan dan perempuan suka terhadap laki-laki. Hal ini adalah fitrahnya sebagai manusia. Jika ada kitab suci yang melarang manusia untuk menikah maka kesucian kitab itu perlu diselidiki. Al-Qur’an adalah kitab suci yang sejalan dengan fitrah manusia maka ia menganjurkan manusia yang mampu untuk melangsungkan pernikahan.
Ketiga, kita meyakini Al-Qur’an sebagai kitab suci karena isi Al-Qur’an tidak kontroversi artinya isinya tidak saling bertentangan satu sama lain. Dalam ayat manapun Al-Qur’an mengajarkan bahwa Allah itu esa. Contoh lainnya, jika satu kali Al-Qur’an menjelaskan sesuatu itu adalah haram maka ia akan tetap berkata bahwa sesuatu itu adalah haram. Jika sebuah kitab suci memiliki kontroversi, misalnya di satu ayat mengajarkan bahwa Tuhan itu satu tetapi di ayat lainnya mengajarkan bahwa Tuhan itu ada tiga, di ayat lain mengajarkan bahwa Tuhan itu ada empat maka nama kitab itu adalah kitab kacau. Bagaimana suatu kitab disebut suci kalau isinya kontroversi satu dengan yang lainnya?
Hal yang akan kita bahas bukan tentang bagaimana pentingnya Al-Qur’an dalam hidup seorang muslim. Karena Ishfah Seven sudah membahasnya dalam postingan dengan judul Al-Qur’an Imam Kita. Sekarang kita akan bahas hal lain yaitu tentang doa yang biasa dibaca ketika seorang muslim telah selesai atau khatam membaca Al-Qur’an.
Asal doa setelah khatam Al Qur’an tidak diterangkan dalam satu hadits pun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ada hanyalah riwayat sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang jadi perbuatan beliau. Riwayat Anas tersebut diriwayatkan oleh Tsabit Al Banani, Qotadah, Ibnu ‘Athiyah dan selainnya,
كَانَ إِذَا خَتَمَ الْقُرْآنَ جَمَعَ أَهْلَهُ وَوَلَدَهُ ، فَدَعَا لَهُمْ
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah ketika khatam Al Qur’an mengumpulkan keluarga dan anaknya, lalu Anas berdoa untuk kebaikan mereka.” (HR. Ibnul Mubarok, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Nashr, Ibnu ‘Ubaid, Ibnu Adh Dhurais, Ibnu Abi Daud, Al Faryabi, Ad Darimi, Sa’id bin Manshur, Ath Thobroni, Al Anbari. Al Haitsami katakan bahwa dalam periwayat dalam sanad Thobroni adalah tsiqoh, kredible. Syaikh Al Albani katakan bahwa dalam riwayat Ad-Darimi sanadnya shahih)
Jika ada yang mempraktekkan seperti Anas bin Malik, yaitu dengan mengumpulkan keluarga lalu mendo’akan kebaikan bagi mereka, maka itu baik. Doanya ini sifatnya umum dan tidak dikhususkan pada satu do’a saja.
“Maha benar Allah yang Maha Agung, dan Rosul-Nya Nabi yang mulia dan kami bersaksi atas kebenaran hal tersebut. Ya Rabb kami, terimalah amalan kami, karena sesunggguhnya Engkau maha mendengar dan maha mengetahui.
Ya Allah anugerahkanlah kepada kami kenikmatan/kemanisan bagi setiap huruf dari Al Qur’an, dan balasan bagi setiap juz dari Al Qur’an. Ya Allah jadikanlah huruf alif sebagai kelembutan, huruf ba sebagai barokah, ta sebagai taubah, tsa sebagai pahala, jim sebagai kecantikan, ha sebagai hikmah, kha sebagai kebaikan, dal sebagai dalil/petunjuk, dza sebagai kecerdasan, ra sebagai rahmah, za sebagai kesucian, sin sebagai kebahagiaan, syin sebagai syifaa/obat, shad sebagai kebenaran, dho sebagai cahaya, tho sebagai ketenangan, dzo sebagai keluasan, `ain sebagai ilmu, gho sebagai kekayaan, fa sebagai kemenangan, qo sebagai kedekatan, qaf sebagai kemuliaan, lam sebagai kelembutan, mim sebagai nasehat, nun sebagai cahaya, wa sebagai wushlah/sarana, ha sebagai petunjuk, ya sebagai keyakinan.
Ya Allah berikanlah kami manfaat dengan Al Qur’an yang agung dan tinggikanlah derajat kami dengan ayat-ayatnya dan terimalah bacaan kami dan maafkanlah segala kesalahan, kelupaan, perubahan kalimat dari tempatnya, mengawalkan atau mengkahirkan, penambahan atau pengurangan, penafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang Engkau turunkan, keraguan, terburu-buru ketika tilawah, kemalasan atau kesesatan lidah, waqof (berhenti) bukan pada tempatnya, mengidghomkan (mendengungkan bacaan) yang bukan idghom, mengidzharkan (bacaan tanpa dengung) yang bukan idzhar, madd (memanjangkan bacaan), mentasydid, hamzah, atau sukun, i’rab yang bukan pada tempatnya, atau kurangnya rasa cinta dan senang terhadap ayat-ayat yang memeberii berita gembira, dan kurangnya rasa takut ketika membaca ayat-ayat ancaman, maka ampunilah kami ya Allah, dan jadikanlah kami sebagai oarang yang syahid.
Ya Allah terangilah hati kami dengan Al Qur’an, dan hiasilah akhlak kami dengan Al Qur’an, jauhkanlah kami dari api neraka dengan Al Qur’an, masukkanlah kami ke surgamu dengan Al Qur’an. Jadikanlah Al Qur’an sebagai teman di dunia, di dalam kubur sebagai penerang/teman , cahaya di atas titian (shirath), dan teman di dalam surga, dan penghalang dan hijab dari api neraka, sebagai petunjuk untuk segala kebaikan dan tetapkanlah kami dalam kesempurnaan, anugerahkanlah kepada kami kemudahan dalam mengamalkan Al Qur’an dengan hati dan lisan, senantiasa cinta kepada kebaikan, kebahagiaan, kegembiraan atau keindahan iman. Dan sholawat dan salam yang senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW dan para sahabat atas kebaikan akhlaq dan kelembutan budi pekertinya di atas cahaya arsy.”
MASYA ALLAH ustadz Brakallah👍
Semoga kita istiqomah untuk selalu bisa tilawah Al-Quran setiap hari ya
Aaamiiin