Cara Mendidik Anak 4 – Menanamkan Ketauhidan

Kalau kita sadar tentang upaya-upaya ini di zaman sekarang maka hal pertama yang harus kita tanamkan kepada anak-anak kita adalah mendidik mereka dengan jiwa tauhid yang mengkristal di dalam batinnya, meresap sampai ke tulang sumsumnya, hingga akhir hayatnya aqidah itu tetap berada di dalam jiwa dan raganya. Bahkan dia sanggup dengan tegar berkata, “Lebih baik saya melarat kerena mempertahankan iman daripada hidup mewah dengan menjual aqidah.”

Dahulu ada satu tradisi, misal kalau anak gadisnya akan dilamar maka orang tuanya akan bertanya, “Kamu mau ngelamar anak saya, memangnya sudah hafal Al-Quran berapa juz? Apa kamu sudah membaca kitab-kitab pelajaran agama Islam?”

Apapun motif atau bentuknya, pertanyaan semacam ini sudah langka ditanyakan oleh orang tua kepada pria yang akan meminang anaknya. Yang banyak terjadi adalah pertanyaan seperti, “Kamu kerja di mana? Gajimu berapa? Kendaraanmu apa? Alphard  atau Avanza?”

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seputar materi duniawi seperti pekerjaan, status sosial, harta benda dan sebagainya. Apakah calon menantunya itu bisa membaca Al-Quran atau tidak, itu persoalan nomor sekian, bukan yang utama. Entah dia shalat atau tidak, juga luput dari list pertanyaan calon mertua. Akibatnya terjadi pergeseran nilai.

Maka mendidik anak menurut tuntunan Al-Quran adalah seperti yang dicontohkan oleh Luqman Al-Hakim. Yang diceritakan  dalam surat Luqman, mulai ayat 12 hingga ayat 19.

Apa pendidikan pertama yang harus diberikan kepada anak? Pertama adalah jangan menyekutukan Allah. Jaga tauhid, pelihara iman dan mantapkan aqidah. Ini adalah dasar yang pertama meskipun saat sekolah nanti anak-anak akan mengenal berbagai macam disiplin ilmu. Tapi ajaran tentang tauhid harus menjadi yang utama.

Tauhid ini yang akan mendasari kehidupan dan mewarnai kepribadian anak. Ajaran tauhid untuk tidak menyekutukan Allah akan menjadi fondasi yang kuat. Setelah itu orang tua melihat bakat dan hobi anak, kemudian ia mendidik dan menyalurkannya ke bidang yang disukai oleh anak itu. Hal yang terpenting adalah menanamkan keimanan kepada jiwa anak.

Di sisi lain, untuk menghancurkan nilai keimanan ini, kita sebagai umat Islam dikepung dari berbagai penjuru agar mau melepaskan iman. Proses pendangkalan aqidah dengan ditanamkan keraguan kepada agama Islam dan rasa malu beragama. Kita dibuat malu jika melakukan shalat, membaca Al-Quran, berangkat ke mesjid atau memakai jilbab. Sehingga secara bertahap, sedikit demi sedikit, kita mulai berpisah dari kehidupan beragama. Musuh-musuh Islam menanamkan semua itu ke dalam pikiran anak-anak dan remaja Muslim agar malu beragama Islam.

Jika menghantam aqidah tidak berhasil maka musuh-musuh Islam akan menghantam melalui peradaban dan kebudayaan. Dibuatlah banyak peradaban dan kebudayaan yang menjauhkan dari nilai-nilai agama Islam dan malah bisa mendekatkan kita ke dalam neraka. Maka tugas pertama kita sebagai orang tua adalah menanamkan semangat dan ruh tauhid dalam jiwa dan raga anak-anak.

Kenapa kita lebih mendahulukan untuk menanamkan tauhid ke dalam jiwa raga anak-anak? Kita itu tidak ingin sekedar memiliki anak yang pintar tetapi lebih dari itu kita juga menginginkan anak yang benar dalam berakhlak dan berpikir. Segala macam disiplin ilmu, penalaran ilmiah dan pengisian intelektualitas manusia bisa saja akan membuat dia pintar, tapi di sisi lain belum tentu bisa membuat dia benar.

Nabi Muhammad pernah memberikan peringatan, “Orang yang hanya bertambah ilmu pengetahuan tapi tidak bertambah hidayah dari Allah, maka seluruh nilai-nilai ilmunya hanya akan menjauhkan dia dari Allah.”

Dengan ditanamkannya keimanan dan ketauhidan maka akan membentuk kedisplinan dan kebiasaan untuk merasakan kehadiran Allah, sehingga dia akan berhati-hati dalam beramal karena segala sesuatunya disaksikan dan diketahui oleh Allah. Ia sadar sesadar-sadarnya bahwa tidak ada satu perbuatan sekecil apapun bisa disembunyikan tanpa sepengatahuan Allah. Selanjutnya dengan adanya ketauhidan, anak-anak diharapkan bisa mengendalikan hawa nafsunya terutama saat dia beranjak remaja dan menjadi dewasa.

###

Tausyiah lainnya dari K.H Zainudin MZ ada di sini