STMJ

Sudah lama tak bersua
Dengan istri tercinta
Ingin segera memeluknya
Bercumbu rayu dengannya

Puluhan hari tak jumpa
Rasa rindu menggelora
Ada berjuta cerita
Aku ingin ia mendengarnya

Kini aku sampai di rumah
Disambut tawanya yang renyah
HIlanglah semua lelah
Kupeluk mesra penuh gairah

Raga bersih, jiwa pun sehat
Di dalam kamar saling tatap
Kami siap tempur malam Jumat
Menebar nikmat, menyalurkan hasrat

Lika-liku hidup di dunia
Tak seberapa bila bersamanya
Kami berdua saling cinta
Sanggup hadapi segalanya

###

Lihat puisi lainnya di sini.

Perban

Kamu datang saat butuh sandaran
Menangis sedu-sedan sebab putus hubungan percintaan
Kekasihmu menghilang, memilih mengejar selingkuhan

Kamu cantik menarik menawan
Rambut panjang, kulit halus mulus, tubuh idaman
Namun kini kamu merengut, cemberut, menyedihkan

Kamu datang membawa masalah kehidupan
Bercerita ini-itu menumpahkan perasaan
Bukankah setengah masalah harusnya hilang kalau kamu rupawan?

Kenapa sekarang mencari si teman?
Orang yang cintanya dulu kamu abaikan
Orang yang kamu anggap sebagai perban

Aku telah mengobati lukamu, menutupinya beberapa jahitan
Setelah sembuh, kau lepas si perban
Lantas pergi lagi mencari si mapan, tampan, pujaan

Padahal aku mampu, kalau diberikan kesempatan
Genggaman, pelukan, kenyamanan
Semua hal yang kamu butuhkan

Cinta memang tak biaa dipaksakan
Tak apalah aku selalu menjadi perban
Entah sampai kapan

###

Lihat puisi lainnya di sini.

Tikus Rakus

Kisah usang para tikus rakus
Berpakaian bagus dengan sutra halus
Cerdik, licik, serta misterius
Miliki modus di balik senyuman yang katanya tulus

Tak ada rumus khusus
Segala cara ditempuh. meski iman terus tergerus
Asal perut penuh, halal disikat, haram jalan terus
Siklus bisnis berputar, bermuara pada satu gugus

Tak ada empati untuk kaum proletar kurus
Ususnya sering cuti seharian, lambungnya sakit cukup serius
Sungguh nasib yang berbeda jauh, berlawanan arus
Satu di Merkurius, lainnya di Neptunus

Kucing datang cepat menjilat dan mengelus-elus
Beri ikan, jalan pun mulus
Kucing pulang, perutnya kenyang, selesailah kasus
Tutup mata, tutup telinga, kecuali anus

Memang sial sang tikus ternyata jenius
Atau sang kucing yang sel otaknya putus
Kita geram, seakan asa telah pupus
Doakan mereka biar cepat mampus

Si tikus kebal punya penangkal khusus
Bak Zeus yang berkuasa, titahnya bermakna harus
Lupakah ia bahwa tak selamanya hidup terus?
Izrail datang, tak bisa disuap, tak ada istilah tebus

Berhentilah, jangan terlampau rakus
Makan seadanya, ambil sewajarnya, hiduplah di jalan yang lurus
Bertobatlah, sebelum menjadi mayat, terbujur kaku tak terurus
Menuju pengadilan Tuhan, memutuskan siap yang gagal, siapa yang lulus

###

Puisi lainnya bisa kamu baca di sini.

Tujuh Puluh Lima

Tujuh puluh lima tahun kita merdeka
Hasil perjuangan para pendiri bangsa
Mereka berkomitmen membangun sebuah negara
Indonesia namanya

Dulu kita merdeka dari penjajah
Kini mereka telah enyah
Memaksa kita untuk berbenah
Membereskan timbunan masalah

Benarkah sekarang seperti itu adanya?
Sudahkah kita bebas dari penjajahan untuk selamanya?
Katanya kita hidup di alam raya yang kaya
Tetapi kenapa masih merana dan sengsara?

Kemerdekaan bukan hanya tentang lomba-lomba meriah
Atau upacara bendera memakai seragam dan jas yang gagah
Bukan pula berteriak, “Aku Pancasila, Aku Indonesia,” dengan pongah
Lalu melemahkan orang lain yang berlainan arah

Merdeka itu kita bebas dari utang negara
Merdeka itu kita bisa bersekolah dan bekerja dengan hak yang sama
Merdeka itu keadilan yang ada memang untuk semua warga negara
Merdeka itu kita bisa hidup sejahtera

###

Puisi lainnya di sini.

Senja

Tersebutlah Senja
Cantik, menarik namun manja
Dulu sering jajan cireng di warung Mang Jaja

Oh Senja,
Sudah mekar bak kembang kamboja
Dulu ditimang-timang sekarang dipuja-puja

Pesanku tiga saja
Taati orang tua, belajar rajin, jangan hisap ganja
Beres sekolah langsunglah kerja

###

Puisi lainnya di sini.

Pancasila

Lima sila telah lama berada
Dirumuskan dan disahkan oleh pendiri bangsa
Meliputi segala aspek sebuah negara
Kokoh dan mengayomi rakyatnya

Setiap sila ada fungsi dan tujuannya
Namun sekarang ada kumpulan orang yang ingin memangkasnya
Dari lima menjadi tiga lantas satu saja
Semoga kumpulan orang dungu itu enyah selamanya

Tak usah berteriak, “Saya Pancasila.” Jika berlaku sebaliknya
Tak perlu berkoar-koar membela negara jika berbuat sebaliknya
Dasar negara kami sudah sempurna
Tak butuh diubah seenaknya

Para pendiri bangsa pilu melihat ini semua
Mereka berdarah-darah mengusir penjajah untuk merdeka
Sementara kita bersitegang antar sesama warga negara
Semoga akal sehat kita kembali kepada fungsinya

###

Puisi lainnya ada di sini.

Saya Pamit

Rindu ini membuncah, tak tertahan, tak terbendung, sungguh rumit

Nyeri dan berdebar-debar seperti dikalungi celurit

Badan tak bisa bergerak tetapi pikiran melayang menembus langit-langit

Namun ia telah pergi meninggalkan rasa sakit

Laksana pisau menyayat-nyayat kulit

Ibarat tubuh dihinggapi parasit

Aku tetap tak bisa berkelit

Rasa ini fakta, hati ini menjerit-jerit

Ketika kau berkata, “Saya pamit.”

Ini tak mudah, cukup sulit

Tak butuh dukun untuk bacakan wangsit

Hanya perlu lapang dada meskipun masih terasa sempit

###

Puisi lainnya di sini.