Ada Otak?

“Otak itu seperti parasut, bekerja hanya ketika membuka.” (Thomas Dewar)

Otak merupakan pengontrol semua aktivitas tubuh makhluk hidup. Otak digunakan untuk berpikir dan memutuskan sesuatu: apa yang harus dilakukan, kapan mau melakukan, di mana tempat untuk melakukan, siapa yang akan melakukan, kenapa hal ini harus dilakukan, bagaimana cara untuk melakukan.

Manusia adalah makhluk yang berpikir. Karena itu pula manusia lebih tinggi derajatnya daripada hewan dan tumbuhan. Kita ini adalah makhluk sempurna dan mulia. Jadi berlakulah sebagai orang yang mulia.

Jika seseorang berlaku kejam, membunuh, mengumbar syahwat, serakah, ingin menang sendiri atau untuk kelompoknya dan hal buruk lainnya maka ia tak jauh beda dengan binatang. Bahkan saat ini sebagian manusia berlaku lebih buruk daripada binatang.

Sebagai contoh, ada seorang ibu yang tega membunuh empat orang anaknya dengan meracuni makanan. Setelah semua anaknya mati, ia sendiri makan makanan beracun itu. Ada juga orang tua yang mengantarkan anaknya ke rumah bordil untuk dipekerjakan sebagai pelacur. Ada orang yang mengkonsumsi bayi manusia yang baru lahir untuk dibuat sup atau sebagai bahan kosmetik dan lain sebagainya. Ah sebaiknya matikan saja televisimu. Terlalu banyak kabar buruk di dalamnya.

Manusia bisa melakukan hal yang baik dan buruk. Manusia akan memutuskan apa yang akan ia lakukan setelah berpikir. Untuk mendapatkan sebuah keputusan yang benar dan tepat ia harus membuka pikirannya. Agar pikirannya terbuka ia harus berpikir dengan kepala dingin dengan mencari tempat atau suasana yang tenang.

Saat sudah siap untuk berpikir maka ia mesti berpikir dengan keras dan merenungi apa yang harus dilakukan. Ia harus berpikir berulang-ulang mencari jawaban yang benar. Sepeti kata pepatah, “Semakin sering pedang diasah maka akan semakin tajam.” Begitu juga dengan otak, semakin sering manusia berpikir maka ia akan semakin pandai.

Fakta –> Data –> Proses –> Informasi –> Pengetahuan –> Bijaksana

Perhatikan pola di atas. Seseorang berpikir tentang sebuah fakta. Fakta yang ada dijadikan sebuah data kemudian diproses sehingga menjadi informasi. Hasil dari informasi adalah pengetahuan atau ilmu dan lebih jauhnya akan menjadi bijaksana.

Sebagai contoh, Ali kecil melihat sebuah objek yang berbentuk panjang dengan tinta di dalamnya yang dirancang sedemikan rupa sehingga bisa nyaman dipegang oleh tangan. Ali belum mengetahui benda tersebut. Mata sebagai alat penglihatan Ali mengirim sinyal ke otak. Otak memprosesnya dan menyimpannya sebagai data. Ali kecil kemudian bertanya kepada ayahnya dan ayah Ali mengatakan bahwa benda tersebut adalah sebuah pena yang berfungsi untuk menulis.

Ali sekarang paham bahwa benda itu adalah pena. Otak telah mendapatkan informasi bahwa benda panjang dengan tinta di dalamnya adalah sebuah pena dan menyimpan informasi tersebut di memori otak. Kini Ali sudah mendapatkan pengetahuan bahwa benda yang ia lihat adalah pena.

Beberapa tahun kemudian setelah Ali remaja dan bersekolah ia mendapatkan banyak pengetahuan. Dan salah satu di antaranya tentu saja adalah pena. Ali remaja kini tidak hanya mengetahui pena adalah pena, tetapi ia juga tahu bagaimana pena itu bisa dibuat, bahan-bahan apa yang digunakan dan sebagainya. Ali pun terus mengasah otaknya dengan terus berpikir dan belajar. Dan setelah Ali dewasa, ilmu yang ia dapatkan semakin bertambah banyak. Sekarang ia tidak hanya mengetahui bagaimana pena itu dibuat melainkan mengetahui kenapa wahyu pertama Rasulullah SAW dari Allah mengenai Baca dan Qalam (pena). Sebagaimana termaktub dalam Al-qur’an.

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Maha Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu-lah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Qalam” (Qur’an Surat Al – Alaq : 1 – 4)

Ali memahami bahwa kata ‘Bacalah’ mengandung arti yang luas. Baca (Iqra) bermakna manusia harus membaca, memperhatikan, merenung, bertafakur, memahami, belajar untuk mendalami sesuatu. Dan kata Qalam atau pena bermakna tulis baca. Walaupun Ali baru mengetahui sedikit tentang Baca dan Qalam tetapi sedikit banyak hal itu mengubah pemikirannya. Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini tidak lepas dari pengawasan Allah. Semua yang Allah berikan mempunyai maksud dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Kita hanya perlu untuk membuka mata, pikiran dan hati untuk mempelajari sesuatu. Kita juga perlu untuk bertafakur dan bersyukur. Seperti yang dilakukan oleh Ali.

Ali pernah melihat tubuhnya di cermin. Salah satu yang ia lihat adalah matanya sendiri. Ia bertafakur bagaimana matanya bisa berkedip setiap saat, ia juga bersyukur ia diberi mata yang sehat dan berfungsi dengan baik, sedangkan di luar sana ada banyak orang yang tidak mempunyai mata yang sehat.

Ali juga sekarang mulai untuk membiasakan diri untuk melihat hal yang baik-baik dan menutup mata atau menunduk saat ia berjalan jika melihat sesuatu yang tidak boleh ia lihat. Dengan ilmu atau pengetahuan yang ia miliki Ali menjadi seorang yang bujaksana. Ia tahu bagaimana bersikap di berbagai kondisi, ia tahu kapan ia harus berbicara dan tahu apa yang harus ia katakan. Terdengan seperti di negeri dongeng? Adakah Ali di dunia nyata? Ada. JIka kamu belum menemukanya, jadilah dia. Orang yang menggunakan otaknya dengan semestinya.

Apa yang dilakukan Ali bermula saat ia mau untuk berpikir. Karena otak itu seperti parasut, bekerja hanya ketika membuka. Jadi, bukalah otakmu dan mulailah untuk berpikir!

###

 Cek pos lainnya di sini.

Gitar dan Biola

Aku memiliki sepupu bernama Aji. Usianya dua tahun lebih tua dariku. Rumah kami berjauhan. Dia tinggal di kota yang berbeda. Tetapi Ikatan saudara itu semakin erat ketika dia masuk ke pondok pesantren (ponpes) yang sama denganku. Meskipun dia lebih tua tapi aku yang lebih dulu masuk ke ponpes selepas lulus SD.  Pengurus asrama menempatkan Aji agar sekamar denganku. “Biar saling menjaga”, ujarnya waktu itu.

Aji memilih masuk SMA yang sama dengan kakakku. Dan dua tahun kemudian aku menyusulnya masuk ke sekolah tersebut. Mungkin ini bisa disebut tradisi dari keluarga kakek kami. Anak dan cucunya banyak yang belajar di ponpes dan sekolah yang sama. Pada pos ini aku tak akan membahas tentang kehidupan nyantri di ponpes. Ini tentang Aji.

Kalau kamu sering melakukan sesuatu, biasanya orang di sekitar akan mengingatmu dengan hal itu. Seperti Aji yang mahir bermain gitar, maka hingga sekarang aku mengingatnya dia sebagai seorang gitaris. Aji sudah bisa bermain dengan senar-senar gitar sejak SMP. Ketika masuk ponpes tentu bakat itu tak bisa tersalurkan karena aturan waktu itu, santri tidak diperbolehkan membawa instrumen musik. Tapi bakat Aji tetap terpelihara di SMA. Di sana ia memiliki banyak kesempatan untuk berlatih bersama teman-temannya. Bahkan Aji membentuk sebuah band.

Aku adalah orang yang duduk di pojokan ketika Aji berlatih gitar. Aku si orang yang hanya bisa kagum dengan kemahiran seseorang. Keinginanku untuk belajar gitar diketahui Aji. Dia sempat mengajariku. Dasar aku yang payah, semua ajarannya tidak bisa aku serap. Aku buta nada. Harapan agar terlihat keren di hadapan perempuan karena bisa bermain gitar menjadi pudar. Bahkan hingga Aji lulus sekolah, kemampuanku bermain gitar tidak berkembang sama sekali meskipun sudah berlatih.

Gitar sepertinya memang bukan bagian dari bakat yang diberikan Tuhan kepadaku. Setiap orang memiliki bakatnya masing-masing. Aku mungkin tak akan bisa seperti Aji atau seberbakat master fingerstyle Alip Ba Ta. Setidaknya aku masih bisa menulis. Karena tidak banyak juga orang yang bisa melakukan aktivitas ini. Sedikit demi sedikit, tahun demi tahun, aku mengasah kemampuan supaya bisa menulis lebih baik. Salah satunya belajar dari penulis kawakan seperti Andrea Hirata.

Tulisanku tentang Aji  ini pun terinspirasi saat membaca novelnya berjudul Maryamah Karpov. Ada satu kondisi sama yang aku alami. Jika aku kesulitan belajar bermain gitar maka Andrea bercerita tentang biola.

Ibarat sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui, berikut adalah setitik adegan dari novel itu. Kita bisa belajar cara Andrea bercerita, sekaligus merasakan bagaimana sulitnya mempelajari sesuatu yang memang tak ada bakat di dalamnya.

Suatu hari nanti, aku akan bisa menulis sebagus atau lebih baik daripada dia.

Kuhampiri Nurmi. Kukatakan padanya aku ingin belajar mai biola. Ia tersenyum dan mengenalkan padaku empat senar  los bernada, G, D, A dan E. Dengan piawai ia membunyikan skala nada tiga oktaf dari senar terendah, senar pertama paling atas, G tadi, sampai senar paling bawah A. Demikian maksudnya. Tapi tak sedikit pun kupahami. Kusadari, aku buta nada dan sangat tidak musikal. Dalam enam bulan akubelum tentu dapat melakukan seperti yang baru saja Nurmi pertontonkan.

Nurmi menyerahkan biola padaku.

“Pegang saja, Pak Cik.”

Aku gugup.

Seumur hidup baru kali ini aku menyentuh biola. Instrumen ini begitu artistik. Gelap, berwibawa. Seperti ada nyawa dalam rongganya. Seperti ada sejarah tercatat pada serat-seratnya. Alat ini hanya berhak dipegang orang berjiwa musik yang menjunjung tinggi seni. Orang itu bukan aku. Peganganku adalah kapak, tambang dan gerinda.

Aku sering terpaku mendengar orang main biola. Getaran dawainya mampu menimbulkan suara yang membuat hati menggeletar. Tak semua alat musik memiliki kekuatan semacam itu. kini ia berada di tanganku, berkilat, melengkung dingin menjaga jarak, anggun, sekaligus sangat rapuh. Biola bukanlah benda sembarangan. Ia terhormat seperti tubuh perempuan.

Aku bahkan tidak bisa memegangnya dengan benar. Namun, waktu biola itu kusampirkan di pundakku, aku disergap perasaan nyaman yang tak dapat kujelaskan. Nurmi tertawa melihat kaku sikapku. Tampak jelas aku dilahirkan memang bukan sebagai seorang pemain biola. Jemariku terlalu kasar untuk senar-senarnya yang halus. Telapak tanganku terlalu besar untuk stangnya yang ramping. Daguku tak padan untuk disandarkan pada kelok pinggangnya nan elok. Di pundak Nurmi, biola itu menyatu, bak bagian dari indranya, seperti kepanjangan anggota tubuhnya. Sementara di pundakku, biola itu laksana benda asing yang terang-terangan memusuhiku.

Tangan kiriku menggenggam leher biola, mataku melirik empat baris dawai. Sekali lagi aku takjub. Dawai-dawai itu menukik seperti sebuah jalan cahaya. Jalan menuju keindahan musik. Aku sama sekali tak tahu apa yang kulakukan. Aku mencoba menggesek nada terendar senar pertama, los senar. Biola berbunyi, napasku tertahan karena jerit suaranya langsung menerobos ke dalam jiwaku.

Magis.

Nurmi mengatakan dengan menggesek sesuka hati itu, aku, tanpa sedikit pun kusadari, baru saja mengambil nada G. Katanya, aku dapat melanjutkan nada berikutnya dalam sebuah skala, dan aku tak peduli. Aku tak ambil pusing akan tangga nada dan aku tak hirau dengan segala skala. Aku hanya ingin membuktikan hipotesa Lntang bahwa kesulitan apa pun dapat diatasi dengan mengubah cara pandang. Seperti caraku melihat perahu, bagiku sekarang, biola adalah benda akustik dengan senar-senar yang tunduk pada fisika akustik.

###

View My Daily Post

Bertemu Nona Elipsis

Kalau aku ditanya kenapa suka menulis di blog maka kujawab, “Dalam otakku ini berkeliaran adegan-adegan dari cerita fiksi yang selalu datang setiap hari. Kalau tidak ditangkap, bisa lepas semua ide cerita tersebut. Untuk menangkap sebuah ide, kamu harus menuliskannya. Karena jika tidak segera ditulis, ide itu akan menguap lalu hilang ditelan kehampaan. Pun aku merasa bisa jadi gila karena harus mengontrol daya imajinasi di pikiran yang enggan hilang.”

Sejak kecil aku selalu senang membaca komik, menonton kartun, bermain game console dan menonton film bertema fantasi dan fiksi. Sebut saja One Piece sebagai salah satunya. Continue reading “Bertemu Nona Elipsis”

Belajar Tajwid 13 – Waqaf

1. Pengertian Waqaf
Waqaf adalah menghentikan bacaan di akhir kata. Contoh:
قُلْ أَعُؤْدُ بِرَبِّ النَّاسِ  diwaqafkan menjadi  قُلْ أَعُؤْدُ بِرَبِّ النَّاسِ
2. Cara Mewaqafkan
Hal utama dalam mewaqafkan kata atau kalimat adalah dengan mematikan huruf akhir suatu kata. Adapun ketentuan dalam mewaqafkan adalah:
a. Huruf akhir suatu kata yang berharakat hidup bila diwaqafkan, dimatikan, contoh:
هُوَ                         dibaca                    هُوْ
  قَلَمٌ, قَلَمٍ             dibaca          قَلَمْ
b. Huruf akhir suatu kata yang berharakat hidup yang didahului huruf mati, bila diwaqafkan, dimatikan juga, contoh:
يَنْصُرُوْنَ                  dibaca          يَنْصُرُوْنْ
غَيْبٌ , غَيْبٍ   dibaca           غَيْبْ
c. Kalimat-kalimat yang huruf akhirnya bertanwin fathah ( ً )
Waqofnya dengan alif (membuang satu baris dari tanwin Fathah tersebut , dan alif sebagai penggantinya)
خَبِيْرًا            dibaca          خَبِيْرَا 
حَكِيْمًا          dibaca          حَكِيْمَا
d. Kalimat-kalimat yang huruf akhirnya berbentuk huruf “Ya” (ي) dan bertanwin Fathah, waqofnya dengan Alif pula.
Contoh:
هُدًى            dibaca          هُدَى
مُسَمًّى        dibaca           مُسَمَّى
e. Kalimat yang huruf akhirnya “Ta Marbuthah” ( ة ) berlaku untuk semua baris bila diwaqofkan ( ة ) tersebut dibaca “Ha” ( ه ) contoh:
رَحْمَةً, رَحْمَةِ, رَحْمَةٌ          dibaca          رَحْمَهْ
f. Kalimat-kalimat yang huruf akhirnya هُ atau       هِ wakofnya dengan cara mematikan. Contoh:
اَللّهُ       dibaca       اَللّهْ
صَا حِبِهِ           dibaca       صَا حِبِهِ
g. Waqaf Isyarah/ Waqaf Rum
Ialah mewaqafkan suatu kalimat yang huruf akhirnya hidup dan huruf sebelum akhir mati. Disebut waqaf isyarah karena ketika dibaca hanya berisyarah saja (terdengar oleh yang membaca saja dan orang yang berdekatan).

Continue reading “Belajar Tajwid 13 – Waqaf”

Belajar Tajwid 12 – Hukum Qalqalah

Menurut bahasa qalqalah artinya gerak, sedangkan menurut istilah qalqalah adalah bunyi huruf yang memantul bila ia mati atau dimatikan, atau suara membalik dengan bunyi rangkap. Adapun huruf qalqalah terdiri atas lima huruf, yaitu : ق , ط , ب , ج , د agar mudah dihafal dirangkai menjadi قُطْبُ جَدٍ . Continue reading “Belajar Tajwid 12 – Hukum Qalqalah”

Belajar Tajwid 11 – Hukum Ra’

Hukum Ra’ terbagi dua bagian yaitu Tafkhim dan Tarqiq.

A. Pengertian Tafkhim dan Tarqiq

Tafkhim (تَفْخِيْمُ) merupakan masdar dari fakhkhama (فَخَّمَ) yang berarti menebalkan. Sedang yang dimaksud dengan bacaan tafkhim adalah membunyikan huruf-huruf tertentu dengan suara atau bacaan tebal. Pada pengertian itu dapat disimpulkan, bahwa bacaan-bacaan tafkhim itu menebalkan huruf tertentu dengan cara mengucapkan huruf tertentu dengan cara mengucapkan huruf di bibir (mulut) dengan menjorokkan ke depan, bacaan tafkhim kadang-kadang disebut sebagai isim maf’ul mufakhkhamah (مُفَخَّمَةٌ). Continue reading “Belajar Tajwid 11 – Hukum Ra’”

Belajar Tajwid 10 – Hukum Mad

Mad (bahasa Arab: المد, “al madd”) secara harfiah bermakna melanjutkan atau melebihkan, secara istilah mad dapat diartikan sebagai tanda bunyi panjang dalam bahasa Arab (bunyi pendek menjadi bunyi panjang). Dari segi istilah ulama tajwid dan ahli bacaan, mad bermakna memanjangkan suara dengan lanjutan menurut kedudukan salah satu dari huruf mad. Terdapat dua bagian mad, yaitu mad asli dan mad far’i. Terdapat tiga huruf mad yaitu alifwau, dan ya’ dan huruf tersebut haruslah berbaris mati atau saktah. Panjang pendeknya bacaan mad diukur dengan menggunakan harakat. Continue reading “Belajar Tajwid 10 – Hukum Mad”

Belajar Tajwid 9 – Hukum Alif Lam Ma’rifah

“Al-“, “Alif lam” atau lebih lengkap “Alif lam makrifah” (bahasa Arab: ألف لام تعريف, “alif lam ta’riif”) adalah dua huruf yakni huruf alif (alif wasal) dan huruf lam yang ditambah pada pangkal/awal dari kata nomina atau isim. Terdapat dua jenis alif lam ma’rifah yaitu qamariah dan syamsiah. Continue reading “Belajar Tajwid 9 – Hukum Alif Lam Ma’rifah”