
Sekonyong-konyong aku sadar bahwa musim hujan telah lewat. Bulai Juni mengambang. Kemarau naik diarak gumpalan-gumpalan awan yang enggan beranjak. Angin pun raib, sesekali berembus malas, bahkan tak mampu menggerakkan daun jarum cemara. Gerah.
Tapi kabar baiknya, aku sedang tidak berada di Jakarta melainkan Bandung. Jika saja sekarang masih di sana, setiap hari akan kegerahan. Meskipun aku sadar masa-masa ini akan usai. Sebab dalam waktu yang dekat. mau tidak mau diri ini harus kembali ke kota itu. Kota yang dicintai dan dibenci dalam waktu bersamaan. Bukan karena kotanya melainkan karena kondisiku yang berada di sana. Work from home pun akan berada pada ujungnya.
Berada di sini, di rumah, di kota Kembang yang selalu aku rindukan, membuat keinginan untuk tetap bekerja dari rumah semakin besar. Tentu, secara sadar keputusan bekerja dari rumah bukan sepenuhnya kuasaku. Itu merupakan kebijakan dari perusahaan.
Tetehku berkata di telepon tempo hari, “Mumpung lagi di Bandung sekalian atuh nyari kerja di sana.”
Memang benar seperti itu. Permasalahannya adalah di masa pandemi Corona ini, sudah banyak perusahaan-perusahaan yang tutup, memecat karyawannya dan bangkrut. Dengan tidak adanya relasi dan link yang cukup, mendapatkan pekerjaan di sini tidaklah mudah.
Bersyukur. Itulah kata yang selalu aku ucapkan. Banyak hal yang bisa aku syukuri. Salah satunya pekerjaan. Beruntunglah aku masih bekerja.
Namun di sisi lain, harapan untuk pindah tetap ada. Bisa bekerja di kota yang sama, pulang setiap hari ke rumah bertemu anak dan istri, makan masakan istri, bermain dengan anak adalah beberapa asa yang terukir.
Hari ini semua itu masih menjadi sebuah impian. Semoga suatu saat keinginan itu terkabul dan diridhoi oleh Allah.
Amin.
###
Kisah lainnya ada di sini.