Ukiran Asa

Ilustrasi seorang pria sedang bekerja. Ini bukan aku ya. Aku tidak sekeren dia. 😀

Sekonyong-konyong aku sadar bahwa musim hujan telah lewat. Bulai Juni mengambang. Kemarau naik diarak gumpalan-gumpalan awan yang enggan beranjak. Angin pun raib, sesekali berembus malas, bahkan tak mampu menggerakkan daun jarum cemara. Gerah.

Tapi kabar baiknya, aku sedang tidak berada di Jakarta melainkan Bandung. Jika saja sekarang masih di sana, setiap hari akan kegerahan. Meskipun aku sadar masa-masa ini akan usai. Sebab dalam waktu yang dekat. mau tidak mau diri ini harus kembali ke kota itu. Kota yang dicintai dan dibenci dalam waktu bersamaan. Bukan karena kotanya melainkan karena kondisiku yang berada di sana. Work from home pun akan berada pada ujungnya.

Berada di sini, di rumah, di kota Kembang yang selalu aku rindukan, membuat keinginan untuk tetap bekerja dari rumah semakin besar. Tentu, secara sadar keputusan bekerja dari rumah bukan sepenuhnya kuasaku. Itu merupakan kebijakan dari perusahaan.

Tetehku berkata di telepon tempo hari, “Mumpung lagi di Bandung sekalian atuh nyari kerja di sana.”

Memang benar seperti itu. Permasalahannya adalah di masa pandemi Corona ini, sudah banyak perusahaan-perusahaan yang tutup, memecat karyawannya dan bangkrut. Dengan tidak adanya relasi dan link yang cukup, mendapatkan pekerjaan di sini tidaklah mudah.

Bersyukur. Itulah kata yang selalu aku ucapkan. Banyak hal yang bisa aku syukuri. Salah satunya pekerjaan. Beruntunglah aku masih bekerja.

Namun di sisi lain, harapan untuk pindah tetap ada. Bisa bekerja di kota yang sama, pulang setiap hari ke rumah bertemu anak dan istri, makan masakan istri, bermain dengan anak adalah beberapa asa yang terukir.

Hari ini semua itu masih menjadi sebuah impian. Semoga suatu saat keinginan itu terkabul dan diridhoi oleh Allah.

Amin.

###

Kisah lainnya ada di sini.

Mereka Bilang Saya Perawan Tua 11 – Kenangan dan Harapan

Tokoh : Via

Suara klakson bus mengagetkanku. Abang Kondektur berteriak memanggil-manggil para penumpang agar kembali masuk ke dalam bus. Tidak butuh waktu lama, bus sudah terisi kembali.

Alhamdulillah, kenyang banget. Kapan ya terakhir makan kayak gini? Oh iya, mumpung perut sudah terisi dan energi sudah on lagi, aku masih punya janji untuk bercerita kepada teman seperjalananku ini. Continue reading “Mereka Bilang Saya Perawan Tua 11 – Kenangan dan Harapan”

Rekrutmen : Sebuah Harapan Untuk Keluarga

Saat usia semakin bertambah, tanggung-jawab semakin tinggi dan kebutuhan keluarga menjadi semakin terlihat nyata, dan pada posisi sebagai seorang Kepala Keluarga dituntut untuk memenuhi semua kebutuhan itu. Kebutuhan diri sendiri, istri, anak, bekal makanan per bulan, tagihan dan bayaran lain yang menjadi kewajiban serta ongkos untuk ini-itu menjadi hal yang mau tidak mau, pasti akan dipikirkan. Continue reading “Rekrutmen : Sebuah Harapan Untuk Keluarga”

Bahagia dan Lara

Kemarin engkau masih ada di sini
Bersamaku menikmati rasa ini
Berharap semua takkan pernah berakhir
Bersamamu bersamamu

Kemarin dunia terlihat sangat indah
Dan denganmu merasakan ini semua
Melewati hitam putih hidup ini
Bersamamu bersamamu

Kini sendiri di sini
Mencarimu tak tahu di mana
Semoga tenang kau di sana selamanya

-Judul Lagu ‘Kemarin’ dari grup band Seventeen-

Hari pertama di tahun baru ini berbeda dengan hari pertama di tahun sebelumnya. Belum genap satu hari terlewati, telah terjadi bencana lagi. Kali ini berada di Sukabumi. Terjadi longsor kemarin sore yang telah merenggut korban jiwa, banyak rumah yang hancur dan korban luka.

Continue reading “Bahagia dan Lara”

New Hope

Kantin sekolah selalu penuh setiap hari, dan meja-meja di pojokan malah lebih penuh lagi. Aku duduk terjepit di antara Ari dan seorang cewek yang bernama Ai. Sesekali aku memandang ke luar, ke arah sawah-sawah yang berada di samping bangunan sekolah. Kantin ini berada di bagian paling belakang, dekat lapangan Basket. Biasanya setelah jajan di kantin pas jam istirahat, aku dan kedua temanku itu kembali ke kelas, tapi tidak langsung masuk. Kami lebih sering menghabiskan waktu di luar kelas saat jam istirahat. Ngobrol ngalor-ngidul, saling bercanda dan sesekali jailin teman-teman yang lain. Continue reading “New Hope”

Saat Kita Kecewa

Kenapa ada orang yang mengecewakan dan ada orang yang dikecewakan? Bagi yang sering dikecewakan orang lain berarti ia tidak belajar dari kekecewaan yang sebelumnya. Kita kecewa terhadap orang lain karena kita memilih orang dengan tidak hati-hati. Dalam hidup ini kita akan bertemu banyak orang tetapi tidak semuanya bisa dipercaya. Karena niat kita sendiri terhadap keuntungan, kita menjadi buta. Kita mempercayai seseorang bukan karena kualitasnya tetapi berdasarkan harapan dan perhitungan. Kita berharap seseorang mau membantu atau kita berhitung bahwa si A akan lebih banyak bantuannya daripada si B. Maka kepercayaannya langsung berbeda.

Seringkali kepercayaan itu salah karena kita salah mempercayai orang berdasarkan harapan dan perhitungan yang salah. Itu sebabnya untuk menghindari kesalahan dalam hubungan dengan orang maka harapan itu harusnya ditujukan hanya kepada Tuhan. Maka dinasihatkan bahwa kamu harus mempunyai harapan kepada Tuhan supaya tidak berharap kepada orang.

Continue reading “Saat Kita Kecewa”

Kerudung Merah

Ketika kubuka jendela, kehampaan datang menyapa
Apakah karena hembusan lembut Sang Bayu bawa aroma embun pagi?
Atau rintiknya air hujan menumpas khayalan asmara?
Aku kembali berselimut menahan kebekuan di dalam hati

Ketika aku berjalan sendiri mendaki gunung kebisuan
Apakah langkah ini kubawa ke puncak ataukah hanya diam dalam kebingungan?
Gemuruh suara hati memaksaku bangkit dari keputusasaan
Saat kau tiba-tiba datang memecah kesunyian Continue reading “Kerudung Merah”

Pergi Untuk Kembali

Part 1 – Pergi

“Pak, lihat elang itu!”

Seorang bocah tengah menunjuk seekor elang yang terbang berputar-putar di bukit sana.

”Apakah Lingga juga bisa terbang?”

Tatap bocah itu penuh harap. Ayahnya masih menggambar sketsa hotel pesanan kliennya. Si bocah menatap polos ayahnya. Sang ayah menyimpan pensil yang sedari tadi menari-nari di atas kertas kerjanya. Ia bangkit memperhatikan ‘si penerbang ulung’ yang ditunjuk oleh anaknya.

“Lingga, suatu saat nanti kamu pun bisa terbang seperti elang itu. Bebas tanpa beban. Hanya saja untuk mencapai itu kamu perlu tekad yang kuat juga hati yang ikhlas.”

Sang ayah menunjuk dada anak tercintanya. Bocah itu diam tapi tetap mendengarkan. Matanya menyala dengan semangat ksatria. Continue reading “Pergi Untuk Kembali”