Hai, Sahabat Ishfah! Apa kabar? Lama sekali kita tidak jumpa. Sebuah alasan klise dan basi yang terdengar umum adalah sibuk. Sibuk di pekerjaan dalam kurun waktu setengah tahun lalu, yang jika boleh kukatakan adalah puncaknya. Puncak dari segala kesabaran dan daya tahan tubuh menghadapi segala intrik dan politik di dunia kerja. Kalau kita semakin dekat dengan sistem dan termasuk bagian dari manajemen perusahaan, seringkali bahkan sudah wajar jika kita mengetahui lebih banyak hal-hal (informasi yang baik maupun buruk) yang tidak semua pekerja ketahui. Hingga akhirnya aku putuskan untuk berhenti dan katakan ‘cukup’ kepada diri sendiri.
Aku rasa 8 tahun bertahan di sini sudah cukup. Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang aku alami di sini, sejujurnya berat hati untuk pergi namun sebuah keputusan mesti diambil. Burnout dalam bekerja bahkan sudah aku rasakan setahun sebelumnya namun tetap aku tahan. Tapi apa daya, bukan semangat saja yang berangsur menurun tetapi tubuh ini sudah enggan bergerak untuk melangkah ke tempat kerja. Demi kebaikan semua pihak, lagi-lagi sebuah keputusan mesti dibuat.
Itulah kehidupan. Ada seninya sendiri. Kita selalu berada dalam ketidakpastian. Tidak mengetahui apa yang akan terjadi di hari berikutnya, bahkan dalam hitungan detik pun sungguh tak ada yang tahu. Pepatah yang mengatakan bahwa manusia hanya bisa berencana, rasanya benar dan valid. Dan bukan hanya hidup yang tak pasti, mati juga merupakan sebuah misteri yang tak pernah bisa dipecahkan oleh manusia.
Kita hanya bisa mengira-ngira kapan kematian akan datang. Dalam hal ini dokter yang mendiagnosa pasien menurut pengetahuan medisnya. Itu pun bukan berarti para dokter tahu kapan seorang pasien meninggal. Hanya Allah yang mengetahui kapan seseorang akan kembali kepada-Nya. Dan itu adalah sebuah anugerah bagi kita. Ketidaktahuan kita tentang kapan kematian akan datang, justru merupakan nikmat. Kita tidak akan selalu waswas dan takut untuk pergi ke mana pun dan ada dorongan untuk selalu berbuat kebaikan sebab disadari atau tidak semua mukmin menginginkan surga.
Nabi Muhammad bersabda, “Orang yang paling cerdas adalah orang yang sering mengingat kematian.” Dengan banyak mengingat mati maka seseorang akan termotivasi untuk selalu mempersiapkan diri menuju kematian yaitu dengan senantiasa memperbanyak amal sholeh atas dasar taqwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Dengan dirahasiakannya waktu kematian, kita tidak boleh menyikapinya dengan stres tetapi gunakanlah setiap waktu hidup ini untuk beribadah. Sempurnakanlah amal ibadah kita. Jangan membiasakan diri untuk menunda amalan kebaikan. Misalnya ketika mendengar suara adzan, kita masih berleha-leha dan mengatakan, “Nanti dulu lah sholatnya, tanggung nih lagi kerja (atau nonton atau tiduran atau melakukan hal lainnya).” Memangnya dengan menunda sholat dan memilih aktivitas tadi bisa menjamin umur kita masih ada? Bagaimana jika Malaikat Maut justru datang pada saat kita melakukan kegiatan duniawi tersebut? Sungguh jika malaikat itu datang maka kita tidak akan bisa lari ke mana-mana. Jadi jangan pernah menunda amal kebaikan terutama sholat.
Hidup dan mati seseorang memang misteri. Namun kita tetap bisa mempelajari kedua ilmu tersebut suipaya mampu menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Hal terdekat yang dapat dilakukan adalah mempelajarinya dari nama Sang Pencipta. Dialah Allah yang memililki 99 Asmaul Husna. Di antaranya adalah Al-Muhyi (yang maha menghidupkan) dan Al-Mumiit (yang maha mematikan).
Yuk pelajari selengkapnya di pos Al-Muhyi dan Al-Mumiit di sini.
Salam.