Di Saat-saat Sulit

Alhamdulillah. Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala. HIngga hari ini, kita diberikan rahmat dan karunia-Nya berupa kemudahan-kemudahan hidup. Juga yang paling penting adalah nikmat keimanan. Dengan keimanan ini, kita menjadi mulia di hadapan Allah subhanahu wata’ala. Kita menjadi orang yang mempunyai kesempatan untuk bisa memasuki surganya Allah. Dan apalagi yang kita harapkan di dunia ini kecuali mendapat ridha dari Allah subhanahu wata’ala.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad shollalahu alaihi wassalam. Manusia mulia yang menjadi panutan. Kita mengambil contoh dan teladan dari semua gerak-gerik, kata-kata, dan keputusannya. Semoga dengan mencintai beliau dan keluarganya serta mengikuti sunnahnya, kita berharap mendapatkan ridha dan syafaatnya kelak di hari kiamat.

Seorang muslim itu memang diuji pada saat-saat sulit. Itulah namanya ujian. Kalau seandainya tidak ada saat-saat sulit maka tidak akan ada perkembangan bagi seorang muslim. Kalau kita tengok di kehidupan masa lalu, apa sih yang membuat kita tumbuh dan berkembang dalam kehidupan selain dari makan makanan bergizi? Apa yang membuat kita menjadi naik ke kelas yang lebih tinggi? Adalah karena kita mengalami saat-saat sulit dan belajar untuk menghadapinya.Ujian ini pun tidak hanya berlaku untuk kita, melainkan semua orang, termasuk orang-orang mulia seperti nabi.

Bukan hanya manusia, ternyata saat-saat sulit juga bisa kita temukan pada barang. Misalnya tembikar, guna mendapatkan bentuk tertentu maka ia harus dibakar. Tembikar dibakar lebih dari sekali dengan suhu yang sangat tinggi. Untuk mendapatkan emas yang murni, kita mesti bersusah payah. Emas harus dibakar dan diuji dalam temperatur yang tinggi agar kemurniannya meningkat dan nilainya menjadi lebih berharga.

Setiap orang memiliki titik-titik kritis dalam hidupnya. Titik terendah. Pada titik itulah ditentukan nilai sebenarnya dari orang tersebut. Bagaimana ia merespon peristiwa yang menimpanya itu, baik dari perkataan yang terucap atau sikap yang dipilih.

Pada setiap kali shalat, kita meminta petunjuk dan bimbingan kepada Allah untuk menghadapi kehidupan.Kita memohon supaya ditujukkan pada jalan lurus.

Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Jalan lurus yang ingin ditunjukkan adalah jalan atau langkah kehidupan yang telah dilalui oleh orang-orang yang telah diberikan kenikmatan. Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ada 4 golongan orang yang termasuk ke dalamnya, yaitu para nabi, syuhada (orang-orang yang mati syahid), siddiqin (orang-orang atau sahabat yang berada di sisi nabi yang membenarkan dan mengimaninya) dan shalihin (orang-orang yang berpegang teguh pada ajaran agama Allah dan senantiasa beramal baik/shalih). Dan keempat jalan ini tidak pernah mudah untuk dilalui.

Sebagai orang yang beriman, kita juga pasti akan diuji. Ujian ini berfungsi untuk menyaring mana mukmin yang bersungguh-sungguh beriman kepada Allah dan mana orang-orang yang munafik dan fasik.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput (dari azab) Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.
Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Semoga bermanfaat.

###

Kajian selengkapnya bisa ditonton di bawah ini:

Yuk kaji ilmu lainnya di sini.

Saat Terakhir

“Tak pernah terpikir olehku. Tak sedikit pun kubayangkan. Kau akan pergi tinggalkanku sendiri. Begitu sulit kubayangkan. Begitu sakit kurasakan. Kau akan pergi tinggalkanku sendiri. Di bawah batu nisan kini. Kau telah sandarkan. Kasih sayang kamu begitu dalam. Sungguh ‘ku tak sanggup ini terjadi.Karena ‘ku sangat cinta. Inilah saat terakhirku melihat kamu. Jatuh air mataku menangis pilu.” (Saat Terakhir – ST12)

Hal yang membuatku sedih salah satunya adalah jika tidak mampu membantu orang lain. Ada keinginan untuk membantu tetapi tidak memiliki kemampuan, baik secara finansial atau kekuatan lainnya semisal pengaruh dan kemampuan untuk didengar.

Aku memiliki sepupu. Namanya adalah Ismi. Dia anak dari kakak ibuku, Uwa Ika. Kehidupan keluarga Uwa Ika tidak lebih beruntung daripada keluarga lainnya. Keluargaku tidak bisa dibilang kaya tetapi tidak sampai miskin. Sedangkan Uwa, hidup dalam kemiskinan.

Anaknya hanya bisa disekolahkan hingga SMP. Lulus dari sekolah ia bekerja serabutan. Semampunya. Dan karena desakan ekonomi dan kebutuhan untuk mengisi perut, ia terlibat dalam hal-hal buruk seperti pencurian. Hingga pernah dipenjara selama berbulan-bulan.

Ismi selalu baik kepadaku dan keluarga. Dia sopan dan senang membantu. Tapi menurut keluarga kami yang lain sikapnya berbeda. Aku tahu apa yang dilakukan Ismi tidak bisa disebut kebaikan kalau sampai ia mencuri. Tetapi kepada keluargaku, ia tidak berani. Entah karena keluargaku sama-sama susah. Atau ia memang tak ada niatan buruk itu.

Selama bertahun-tahun ia berada di jalanan. Menginap di terminal, mengamen, berkumpul dengan anak-anak jalanan dan entah hal apa yang ia perbuat lainnya.

Suatu ketika, aku naik bus menuju Bandung untuk pergi kuliah lagi setelah liburan. Di tengah perjalanan, bus berhenti untuk menaikkan penumpang. Selain penumpang ada seorang pengamen dengan ukulele di tangannya. Ia bernyanyi dengan suara seadanya dan dengan hapalan lagu yang sudah ia latih. Kunci nadanya sama dan berulang.

Ketika pengamen itu melewatiku dan mengulurkan bekas bungkus permen, aku kaget. Itu Ismi, sepupuku. Aku segera mengambil beberapa lembar uang. Tidak banyak. Sungguh, jika saat itu aku memiliki banyak uang maka aku ingin memberikannya kepada Ismi. Lantas ia buru-buru pergi karena bus sudah mau berangkat lagi.

Aku sedih karena tak bisa membantunya lebih banyak. Aku kesal karena tak bisa berbuat apa-apa untuk keluarganya. Aku yakin hidup di jalanan bukanlah keinginan dia. Tak ada orang yang memiliki cita-cita seperti itu.

Selang beberapa tahun kemudian aku dengar ia sudah menikah dan memiliki seorang anak perempuan. Hasanah adalah nama istrinya yang berasal dari Banjar. Dan Riska adalah nama yang diberikan untuk anaknya. Uwa Ika sungguh sayang kepada cucunya itu. ia yang sakit-sakitan dan tak memiliki banyak uang tetapi selalu memberikan uang untuk cucunya. Uang itu adalah hasil pemberian keluarga untuk Uwa.

Tahun berganti, musim berubah. Masih segar di dalam ingatan, ketika usai sidang skripsi teleponku berdering. Teteh mengabari bahwa Uwa Ika telah meninggal. Aku kaget dan sedih. Betapa berita kematian itu selalu mendadak. Dan aku sedih bukan hanya karena Uwa telah pergi tetapi aku juga belum bisa pulang ke rumah. Saat itu masih ada agenda kampus yang tidak bisa ditinggalkan. Aku baru bisa pulang sekitar sebulan ke depannya.

Musim berubah, usia bertambah. Memang panjang usia seseorang tak ada yang tahu. Setiap tahun ada yang terus tumbuh menjadi lebih tua. Ada pula yang berhenti karena ajalnya sudah tiba. Dan ajal itu telah menemui sepupuku. Ia meninggal di daerah Banjar.

Istrinya mengabari kami sambil menangis sesunggukan. Keluarga kami segera berangkat menuju Banjar. Kami bererncana untuk mengambil jenazah Ismi untuk dikuburkan di samping kuburan Uwa Ika. Ke mana ayahnya pergi? Jangan tanyakan dia. Tak ada yang tahu ia di mana. Bahkan saat aku kecil pun, orang itu tak pernah datang ke rumah Uwa Ika. Kudengar mereka telah bercerai ketika Ismi masih kecil.

Hari itu, aku mencucurkan air mata kembali. Lagi-lagi karena aku tak bisa mengantarkan sepupuku di saat-saat terakhirnya. Semasa hidup aku tak bisa membantu, lalu ketika ia berpulang aku pun tak ada. Aku sungguh kesal kepada diriku. Kenapa aku tak memiliki kemampuan untuk membantu orang lain?

Satu-satunya jawaban adalah aku harus menjadi orang kaya yang dermawan. Karena keluargaku bukan hanya Ismi dan Uwa Ika yang miskin. Ada adik dari ibuku, Bi Atih. Kondisi keluarganya tak jauh berbeda dengan Uwa Ika. Dan untuk membantu Bi Atih pun aku masih belum mampu.

Aku harus segera mapan. Sangat mapan. Agar tak ada lagi keluargaku yang kelaparan, tidak memiliki baju, tempat berteduh dan ketiadaan kebutuhan pokok hidup.

###

View My Daily Post

Saat Kamu Merasa Lemah

Teman-teman sekalian yang dirahmati Allah Subhanahu Wata’ala, semoga hatinya selalu dijaga oleh Allah agar selalu yakin dan percaya kepada-Nya. Karena kelemahan kita itu berawal saat mulai meragukan Allah. Dalam segala dinamika hidup, kita selalu membutuhkan Allah. Kita butuh Allah saat mendapatkan ujian, bahkan kita tetap membutuhkan Allah saat mendapatkan nikmat. Continue reading “Saat Kamu Merasa Lemah”

Saat Maut Menjemput 4 – Husnul Khatimah VS Su’ul Khatimah

Manusia terbagi menjadi dua macam ketika Malaikat Pencabut Nyawa yang bernama Izrail datang hendak menjemput nyawa kita. Pertama, orang yang menghadapi sakaratul maut dengan husnul khotimah. Kedua, orang yang menghadapi sakaratul maut dengan su’ul khatimah.

Khusnul Khatimah artinya baik di akhir hidupnya. Ketika ruh berpisah dari jasadnya, ia terlihat senyum dengan muka yang cerah bahkan sebelum hal itu ia boleh jadi telah meninggalkan wasiat-wasiat yang baik. Ada yang sempat adzan atau ada juga yang sempat membaca Al-Qur’an. Sebab kenapa ia tersenyum? Karena Malaikat Maut datang menjemputnya juga dengan cara yang baik. Ia menyabut nyawa orang itu secara perlahan-lahan. Namun meski ditarik ruh secara sangat perlahan-lahan dari jasad seseorang, rasa sakit dan pedihnya tiada tara. Continue reading “Saat Maut Menjemput 4 – Husnul Khatimah VS Su’ul Khatimah”

Saat Maut Menjemput 1 – Menuju Pengadilan Akhirat

Sudah menjadi keyakinan pada kehidupan bahwa segala hal yang ada permulaannya, tentu akan ada penghabisannya. Setiap yang punya awal, mesti ada akhir. Tidak ada keabadian dalam kehidupan ini. Semuanya datang dan pergi silih berganti. Berubah oleh pergeseran masa dan putaran waktu. Demikianlah kalau kita mau merenungi kehidupan dari alam sekitar, sejak dari kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai pada kehidupan manusia. Continue reading “Saat Maut Menjemput 1 – Menuju Pengadilan Akhirat”