Ibu, Maafkan Aku

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!

Ada yang tahu lagu dari Rhoma Irama yang berjudul Keramat? Kalau tak tau, mari baca dan lantunkan liriknya.

Hai manusia, hormati ibumu
Yang melahirkan dan membesarkanmu

Darah dagingmu dari air susunya
Jiwa ragamu dari kasih-sayangnya
Dialah manusia satu-satunya
Yang menyayangimu tanpa ada batasnya

Doa ibumu dikabulkan Tuhan
Dan kutukannya jadi kenyataan
Ridla Ilahi karena ridlanya
Murka Ilahi karena murkanya

Bila kau sayang pada kekasih
Lebih sayanglah pada ibumu
Bila kau patuh pada rajamu
Lebih patuhlah pada ibumu

Bukannya gunung tempat kau meminta
Bukan lautan tempat kau memuja

Bukan pula dukun tempat kau menghiba
Bukan kuburan tempat memohon doa
Tiada keramat yang ampuh di dunia
Selain dari doa ibumu jua

 

Hadits nabi : Dari Abi Hurairah radiyallahu anhu, “Telah datang kepada Rasulullah seorang laki-laki lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah yang lebih berhak aku hormati?’ Beliau menjawab. ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi. ‘Kemudian siapa?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi. ‘Kemudian siapa?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi. ‘Kemudian siapa?’ Beliau menjawab, ‘Ayahmu.’“ (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslmim)

Dari ayat dan hadits di atas, sudah jelas bahwa Allah menilai pengorbanan orang tua kita, khususnya Ibu, bahkan disebutkan sebanyak 3 kali oleh Rasulullah sebagai simbol dari 3 pengorbanan untuk anaknya. Seorang Ibu itu mengandung anaknya selama kurang lebih 9 bulan, melahirkannnya kemudian menyusukannya hingga dua tahun. Kalau ada anak yang tidak hormat kepada Ibunya, maka sungguh ia telah berbuat dosa.

Pernah ada seorang anak bercerita kepada seorang Ustadz tentang kondisi ibunya. Dia berkata, “Ibu aku ini, orangnya kuno. Kurang pendidikan, aku merasa teraniaya menjadi anaknya.” Lalu Ustadz itu berkata. “Tuliskanlah apa keburukan ibumu.”

Anak itu kemudian menuliskan keburukan-keburukan ibunya yaitu pemarah, kurang perhatian, pelit, dan pendendam. Setelah anak itu selesai, Ustadz menyuruhnya lagi, “Sekarang tuliskanlah apa saja jasa dan pengorbanan Ibu untukmu. Jujurlah.”

Kemudian anak ini merenung dan berkata, “Dulu aku ini ada di dalam perut Ibu selama sembilan bulan menghisap darah dan nutrisinya. Ibu menjadi sulit berdiri dan berjalan. Berbaring pun sakit. Tiga bulan pertama, Ibu mual dan muntah-muntah karena ada aku di perutnya. Ketika aku akan terlahir ke dunia, Ibu meregang nyawa antara hidup dan mati, dengan sakit tiada terperi. Tapi Ibu tetap rela dengan kehadiranku ke dunia. Ketika Ibu bersimbah darah saat melahirkanku, satu per satu jariku dihitung olehnya, aku pun dibelainya, sementara Ibu masih merasakan kesakitan yang luar biasa. Namun, Ibu tersenyum disertai lelehan air mata bahagia melihat aku lahir. Ibu berharap aku menjadi anak yang sholeh dan memuliakannya.

Pada waktu aku bayi, Ibu selalu merawatku di siang atau malam hari. Aku berbaring dan bangun sesukanya. Ibu sering tidak bisa tidur setiap malamnya. Rasanya, Ibu tidak akan rela kalau ada satu ekor nyamuk pun yang menyedot darahku. Apalagi kalau badan mungilku ini sedang demam. Ibu akan sangat khawatir.

Ketika aku di usia kanak-kanak dan mulai nakal, Ibu tetao bahagia dan memamerkanku kepada keluarga, tetangga dan temannya, walaupun sungguh aku itu sangat merepotkan. Saat Ibu sedang tidak punya uang, Ibu bahkan rela berutang sana-sini agar aku bisa memiliki sepasang sepatu dan memiliki pakaian yang layak.

Ketika menjelang usia sekolah, Ibu dan Ayah sungguh-sungguh membanting tulang dan memeras keringat untuk membiayaiku. Mereka mencari nafkah agar aku bisa bersekolah seperti anak-anak lainnya. Mereka juga sering menahan lapar tapi tetap puas asal melihatku bisa kenyang.

Semakin lama, aku semakin besar dan dewasa. Mata ini menjadi semakin sinis kepada orang tuaku. Kata-kata seakan seperti pisau yang mengiris hati. Terkadang pintu rumah aku banting karena marah. Aku juga sering menyuruh orang tua layaknya mereka itu pesuruh dan tak layak untuk dihormati. Sungguh betapa banyak sekali pengorbanan orang tua kepadaku. Aku tak pantas berkata dan berprasangka buruk kepada ibuku.”

Anak itu pun menyalami Ustadz lalu bergegas pergi menuju ke rumahnya. Ia memeluk Ibunya dan meminta maaf serta meminta ridho darinya. Sungguh apa yang sudah ia sangkakan selama ini bahwa orang tua tidak sayang kepadanya itu salah. Mereka sangat menyayangi anaknya.

Semoga renungan singkat ini bisa kembali membuka mata dan hati kita agar selalu menghormati orang tua, terutama Ibu. Hormatilah Ibumu, kawan. Karena surgamu ada di dalam ridhonya. Jika ibumu ridha maka  Allah pun akan ridha kepadamu.

Amin.

###

Di bawah ini adalah lagu Keramat yang dinyanyikan oleh Lesti :

###

View My Daily Post

 

6 thoughts on “Ibu, Maafkan Aku

Comments are closed.