Bumi Tanpa Kamu

Hai, Sahabat! Bisakah kamu hitung sudah berapa hari, bulan atau tahun sejak kemunculan virus corona hingga hari ini (September 2021)?

Dengan adanya pandemi ini telah banyak merenggut nyawa manusia di seluruh penjuru Bumi. Bukan hanya mereka yang telah tiada, manusia yang masih berjuang untuk bertahan hidup pun tak luput dari ancaman virus ini. Selain harus taat protokol kesehatan dengan segala keruwetannya, banyak dari kita yang terjungkal lantaran masalah ekonomi. Urusan perut tak bisa menunggu. Orang yang lapar bisa nekat berbuat apa pun. Kalau pemerintah belum bisa mengurus hingga ke level mendasar ini, maka jangan salahkan kalau rakyatnya berteriak. Meskipun mirisnya saat ini cara untuk mengekspresikan diri tampak terbatas.

Selain corona, Bumi yang kita tinggali ini memiliki banyak masalah lain. Masalah yang juga tidak kalah pentingnya selain menjaga kesehatan masing-masing orang. Pernah aku dengar sebuah pendapat liar tentang corona. Dikatakan bahwa corona muncul sebagai metode pembersihan Bumi terhadap dirinya sendiri. Karena disadari atau tidak, kerusakan di muka Bumi ini selalu ada campur tangan manusia.

Dunia sedang menghadapi tantangan sumber daya alam dan lingkungan yang sangat serius seperti perubahan iklim, mencairnya es di kutub, penangkapan ikan yang berlebihan di laut, penggundulan hutan, polusi udara dan air, perjuangan untuk makan setiap hari dan masalah sampah yang tak kunjung usai. Semua tantangan ini diperburuk oleh permintaan yang terus meningkat – selama 40 tahun ke depan diperkirakan permintaan air bersih akan meningkat 50%, permintaan makanan akan meningkat 70%, dan permintaan energi akan hampir dua kali lipat – semuanya dalam periode yang sama.

Jika kita fokus pada satu masalah saja misal tentang sampah, maka urusan ini pun bukan masalah kecil yang mesti dihadapi. Masalah sampah tidak kunjung selesai hampir di setiap daerah. Tidak usah jauh, di lingkungan sekitar rumah ibuku seperti itu. Para warga membuang sampah ke sungai.

Beberapa daerah ada tempat penampungan sampah yang berujung pembakaran. Ada tempat yang menyediakan mesin daur ulang sampah. Ada juga tempat penampungannya yang terlalu penuh hingga sampah menggunung. Dan semua itu masih belum selesai.

Masalah sampah masih menghantui lingkungan kita. Bisakah kita setertib negara-negara maju dalam mengelola sampah?

Jawabannya, bisa. Untuk mewujudkan kota bebas sampah mesti didukung oleh semua faktor. Masyarakatnya yang sadar lingkungan, ketersediaan tempat sampah di rumah, pemilahan jenis sampah, pengangkutan sampah ke tempat penampungan akhir. Di sana sampah dipilah sekali lagi untuk didaur ulang, ditimbun, dibakar atau difungsikan dalam kreasi bentuk barang yang baru

Jika satu masalah sampah ini selesai, maka kita, umat manusia ini setidaknya bisa mengurangi satu beban Bumi. Kita tidak bisa asal pindah planet dengan alasan tidak betah tinggal di Bumi dengan segudang masalahnya.

Semua masalah ini, meskipun sangat berat dipikul, namun kita harus tetap mengatasinya. Minimal, untuk urusan sampah ini kita mesti menaruh perhatian lebih. Misal sampah-sampah di rumah itu sudah dipilah dan dipilih sebelum diangkut ke tempat penampungan akhir.

Kita berdoa suatu nanti Bumi ini bisa bersih dari sampah dan segala permasalahan lainnya. Sampah itu ibarat racun yang menyebar ke dalam tubuh. Ia mesti diserap habis lalu dibuang karena merusak. Kita berharap Bumi bisa kembali sehat.

Bumi tanpa sampah bisa jauh lebih baik. Kita pasti bisa.

“Bumi bisa hidup tanpa kamu, sampah!”

###

Pos lainnya ada di sini.